Hukum adalah sistem
yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Dari
bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat
dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan
sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam
hukum pidana, hukum
pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam
konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan
hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di
mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau
kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur
persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan
lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa
"Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan
peraturan tirani yang merajalela."
- Drs.E.Utrecht,S.H.
Dalam bukunya yang berjudul Pengantar dalam Hukum Indonesia (1953), beliau mencoba membuat suatu batasan sebagai pegangan bagi orang yang sedang mempelajari ilmu hukum. Menurutnya, hukum ialah himpunan peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan karena pelanggaran petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah.
- AchmadAli
Hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang salah, yang dibuat atau diakui eksistensinya oleh pemerintah, yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) ataupun yang tidak tertulis, yang mengikatdan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan, dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan itu.
- ImmanuelKant
Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan (1995).
- Prof.Dr.MochtarKusumaatmadja
Hukum ialah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat dan bertujuan memelihara ketertiban serta meliputi lembaga-lembaga dan proses guna mewujudkan berlakunya kaidah sebagai kenyataan dalam masyarakat.
- J.C.T.Simorangkir
Hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa dan menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat dan dibuat oleh lembaga berwenang.
- Mr.E.M.Meyers
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan. Ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman bagi penguasapenguasa negara dalam melakukan tugasnya.
- S.M.Amin
Dalam bukunya yang berjudul “Bertamasya ke Alam Hukum,” hukum dirumuskan sebagai berikut: Kumpulankumpulan peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi sanksi. Tujuan hukum itu adalah mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
- P.Borst
Hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia di dalam masyarakat. Yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan mendapatkan tata atau keadilan.
- Prof.Dr.VanKan
Hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
Subyek Hukum
Subyek hukum ialah pemegang hak
dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang
menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu
bertitik tolak dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan
hukum (perusahaan, organisasi, institusi). Dalam dunia hukum,
subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan
hukum. 1. Manusia (naturlife persoon).
Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara
kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai
subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia
meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa
dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang
menghendakinya. Namun, ada
beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang
"tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum
mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. seperti:
1.
Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, atau belum menikah.
2.
Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk,
pemboros.
3.Badan
Hukum (recht persoon).
Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari
kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga
mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum
sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan
yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan
manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan
perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan
dapat dibubarkan.
Sumber : http:// id.wikipedia.org/wiki/Subyek_hukum
Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu
yang menjadi objek hubungan hukum. Objek hukum merupakan
kepentingan bagi subjek hukum yang dapat bersifat material dan berwujud, dan
dapat bersifat imaterial, misalnya objek hak cipta. Objek hukum ialah benda.
Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum atau segala sesuatu
yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hukum atau
segala sesuatu yang dapat menjadi objek dari hak milik.
Menurut pasal 503 sampai dengan pasal 504 KUH perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Benda yang bersifat kebendaan
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan.
Benda bergerak juga dibedakan atas dua yaitu :
1. Benda bergerak karena sifatnya Misalnya : kursi, meja, dan hewan – hewan yang dapat berpindah sendiri.
2. Benda bergerak karena ketentuan undang – undang Misalnya : hak memungut hasil atas benda – benda bergerak, saham – saham perseroan terbatas.
Menurut pasal 503 sampai dengan pasal 504 KUH perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Benda yang bersifat kebendaan
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan.
Benda bergerak juga dibedakan atas dua yaitu :
1. Benda bergerak karena sifatnya Misalnya : kursi, meja, dan hewan – hewan yang dapat berpindah sendiri.
2. Benda bergerak karena ketentuan undang – undang Misalnya : hak memungut hasil atas benda – benda bergerak, saham – saham perseroan terbatas.
Benda tidak bergerak dibedakan
atas tiga yaitu :
1. Benda bergerak karena sifatnya
Misalnya : tanah, tumbuh – tumbuhan, arca, patung.
2. Benda tidak bergerak karena tujuannya
Misalnya : mesin alat – alat yang dipakai dalam pabrik.
1. Benda bergerak karena sifatnya
Misalnya : tanah, tumbuh – tumbuhan, arca, patung.
2. Benda tidak bergerak karena tujuannya
Misalnya : mesin alat – alat yang dipakai dalam pabrik.
3. Benda tidak bergerak karena
ketentuan undang – undang
Misalnya : hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Misalnya : hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Membedakan benda bergerak dan
benda tidak bergerak sangat penting karena berhubungan dengan empat hak yaitu,
pemilikan (bezit), penyerahan (levering), daluwarsa (verjaring), dan pembebanan
(bezwaring).
Hukum Benda ( Zaken Recht )
Hukum benda dalah peraturan – peraturan yang mengatur hak dan kewajiban manusia yang bernilai uang. Hak kebendaan merupakan hak mutlak sedangkan lawannya hak yang nisbi atau hak relative.
Sumber : http://lailamaharani.blogspot.com/2012/05/objek-hukum.htmlHukum benda dalah peraturan – peraturan yang mengatur hak dan kewajiban manusia yang bernilai uang. Hak kebendaan merupakan hak mutlak sedangkan lawannya hak yang nisbi atau hak relative.
Norma Hukum
Norma
hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya
pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk
dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri.
Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik
(dipenjara, hukuman mati).
Proses
terbentuknya norma hukum :
Dalam bermasyarakat, walaupun telah ada norma untuk
menjaga keseimbangan, namun norma sebagai pedoman perilaku kerap dilanggar atau
tidak diikuti. Karena itu dibuatlah norma hukum sebagai peraturan/ kesepakatan
tertulis yang memiliki sanksi dan alat penegaknya.
Perbedaan antara norma hukum dan norma sosial :
a.
Norma hukum.
·
Aturannya pasti (tertulis) biasanya adalam bentuk UU atau
pasal-pasal
·
Mengikat semua orang
·
Memiliki alat penegak aturan
·
Dibuat oleh lembaga yang berwenang seperti lembaga
penegak hukum
·
Bersifat memaksa
·
Sanksinya berat
b.
Norma sosial
·
Kadang aturannya tidak pasti dan tidak tertulis
·
Ada atau tidaknya alat penegak tidak pasti (kadang ada,
kadang tidak ada)
·
Dibuat oleh masyarakat
·
Bersifat tidak terlalu memaksa
·
Sanksinya ringan
Kaidah Hukum
Kaidah merupakan patokan atau ukuran sebagai pedoman bagi manusia dalam bertindak.
Kaidah juga dapat dikatakan sebagai aturan yang mengatur prilaku manusia dan prilaku kehidupan bermasyarakat.
Secara umum kaidah dibedakan atau dua hal yaitu kaidah etika atau kaidah hukum. Kaidah etika merupakan kaidah yang meliputi norma susila, norma agama dan norma kesopanan. Pada dasarnya kaidah etika datang dari diri dalam manusia itu sendiri contohnya
menghormati orangnya yang lebih tua, berbuat baik pada orang tua, saling
menghargai, atau malu jika berbuat salah. Namun tidak jarang kaidah etika merupakan kaidah yang datang
dari diri manusia misalnya dari ajaran agama contohnya tidak boleh berprilaku
jahat pada orang lain. Kaidah hukum merupakan kaidah yang memiliki sanksi
tegas. Kaidah hukum ialah kaidah yang mengatur
hubungan atau intraksi antar pribadi, baik secara langsung atau tidak langsung
oleh karena itu kaidah hukum ditujukan untuk kedamaian,
ketentraman, dan ketertiban hidup bersama. Kaidah hukum biasanya ada paksaan yang
berwujud ancaman bagi para pelanggarnya. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kaidah
Jenis Hukum
Hukum terdiri atas
bermacam-macam. Untuk mengetahui tentang macam-macam hukum, ada beberapa
penggolongan hukum.
a.
Hukum menurut Bentuknya
Menurut bentuknya, hukum
dikelompokkan sebagai berikut.
1)
Hukum tertulis adalah
hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan perundangan. Hukum tertulis
dapat merupakan hukum tertulis yang dikodifikasikan dan hukum tertulis yang
tidak dikodifikasikan.
2)
Hukum tak tertulis adalah hukum yang masih
hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis. Hukum tak tertulis
juga disebut hukum kebiasaan. Hukum tidak tertulis ditaati seperti suatu
peraturan perundangan.
b.
Hukum menurut Tempat
Berlakunya
Menurut tempat
berlakunya, hukum dibedakan sebagai berikut.
1)
Hukum nasional adalah
hukum yang berlaku dalam suatu negara.
2)
Hukum internasional
adalah hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
3)
Hukum asing adalah hukum
yang berlaku di negara lain.
4)
Hukum lokal adalah hukum
yang berlaku di suatu daerah atau wilayah tertentu.
c.
Hukum menurut Sumbernya
Menurut sumbernya, hukum
dapat digolongkan sebagai berikut.
1)
Undang-undang adalah
hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
2)
Hukum kebiasaan adalah
hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan kebiasaan.
3)
Hukum traktat adalah
hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antarnegara.
4)
Hukum yurisprudensi adalah hukum yang
terbentuk karena keputusan hakim.
d.
Hukum menurut Waktu
Berlakunya
Menurut waktu berlakunya,
hukum dapat digolongkan sebagai berikut.
1)
Hukum positif (ius
constitutum) adalah hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu
dalam suatu daerah tertentu. Hukum positif (ius constitutum) disebut juga tata
hukum.
2)
Ius constituendum adalah hukum yang diharapkan
berlaku pada waktu yang akan datang.
3)
Hukum asasi adalah hukum
yang berlaku di mana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum
ini tidak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi)
terhadap siapa pun di seluruh tempat.
e.
Hukum menurut Isinya
Menurut isinya, hukum
dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1)
Hukum privat adalah
kumpulan hukum yang mengatur hubungan-hubungan antarorang dengan
menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Hukum privat juga disebut
hukum sipil. Contoh: KUH Perdata dan KUH Dagang.
2)
Hukum publik adalah
kumpulan hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara negara dengan alat
perlengkapannya atau antara negara dengan perorangan. Hukum publik bertujuan
untuk melindungi kepentingan umum. Hukum publik juga disebut hukum negara.
f.
Hukum menurut Wujudnya
Menurut wujudnya, hukum
dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1)
Hukum objektif adalah
hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau
golongan tertentu. Hukum ini untuk menyatakan peraturan yang mengatur antara
dua orang atau lebih. Contoh: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
2)
Hukum subjektif adalah
hukum yang dihubungkan dengan seseorang tertentu dan dengan demikian menjadi
hak. Contoh: Kitab Undang-Undang Hukum Militer.
g.
Hukum menurut Sifatnya
Menurut sifatnya, hukum
dapat digolongkan sebagai berikut.
1)
Hukum yang memaksa adalah
hukum yang dalam keadaan bagaimana pun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak.
Contoh: hukum pidana
2)
Hukum yang mengatur
adalah hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan
telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian. Contoh: hukum dagang.
h.
Hukum menurut Cara
Mempertahankannya Menurut cara mempertahankannya, hukum dapat dikelompokkan
sebagai berikut.
1)
Hukum materiil adalah
hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan
hubungan-hubungan yang berwujud perintah-perintah dan larangan-larangan.
Contoh: hukum pidana, hukum perdata, dan hukum dagang.
2)
Hukum formal adalah hukum
yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur cara-cara melaksanakan dan
mempertahankan hukum materiil atau suatu peraturan yang mengatur cara
mengajukan suatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana caranya hakim memberi
putusan. Hukum formal disebut hukum acara. Contoh: hukum acara pidana dan hukum
acara perdata
Sumber : http://yogiiarianda.blogspot.com/2011/04/jenis-jenis-hukum.html
Perbuatan Hukum
Yang
dimaksud perbuatan hukum adalah perbuatan subyek hukum yang akibat
hukumnya dikehendaki pelaku. Sedangkan Logemann mengatakan:
“Rechtshandelingen zijn handelingen,
die beogen het doen onstaan van rechtsplichten (c.q. het doen tenietgaan of
veranderen)”.
Artinya:
“Perbuatan hukum itu perbuatan yang
bermaksud menimbulkan kewajiban hukum (melenyapkan atau mengubah kewajiban
hukum)”.
Atau dengan kata lain, perbuatan
hukum adalah segala perbuatan manusia yang sengaja dilakukan untuk menimbulkan
hak dan kewajiban. Jadi suatu perbuatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh
pelaku, bukan suatu perbuatan hukum. Misalnya tindakan subyek hukum dalam
mengadakan perjanjian sewa menyewa rumah. Di sini jelas akibat yang timbul dari
perbuatan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut akan menimbulkan hak
dan kewajiban. Hak dan kewajiban yang timbul inilah yang dimaksud dengan akibat
hukum.
Secara umum menurut macamnya
perbuatan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.
Perbuatan hukum bersegi satu
(sepihak,eenzijdig);
b.
Perbuatan hukum bersegi dua
(timbal balik, tweezijdg).
Sedangkan
menurut penyusun pada kenyataannya perbuatan hukum dapat ditambah satu macam
lagi, yaitu:
Perbuatan
hukum bersegi banyak.
Suatu perbuatan hukum disebut
bersegi satu apabila perbuatan itu akibat hukumnya (rechtsgevolg) hanya
ditimbulkan oleh satu pihak. Misalnya perbuatan hukum yang dilakukan seseorang
ketika membuat surat wasiat (testamen). Perhatikan Pasal 875 KUH Perdata yang
menetapkan:
“Adapun yang dinamakan surat wasiat
atau testamen ialah suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang
dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat
dicabut kembali”.
Perbuatan hukum disebut bersegi dua
apabila suatu perbuatan itu akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dua
subyek hukum yang melakukan perbuatan hukum itu. Misalnya perbuatan hukum yang
dilakukan oleh dua pihak ketika mengadakan perjanjian sewa menyewa rumah.
Sedangkan perbuatan hukum bersegi banyak, apabila perbuatan itu akibat hukumnya
ditimbulkan oleh kehendak banyak pihak. Baik perbuatan hukum bersegi dua maupun
bersegi banyak, dalam bahasa hukum biasa disebut perjanjian, persetujuan
(overeenkomst). Perhatikan Pasal 1313 KUH Perdata yang menetapkan:
“Suatu persetujuan adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih”.
Disamping perbuatan hukum sebagai
perbuatan subyek hukum, ada lagi perbuatan subyek hukum yang bukan perbuatan
hukum, yaitu zaakwaameming dan onrechtmatige daad. Batasannya sudah dikemukakan
pada pembahasan sebelumnya.kini, tinggal mengemukakan contohnya.
Ketika A sedang sakit, ia tidak
dapat memperhatikan kepentingannya. Apabila ada orang lain yang memperhatikan
kepentingan A walaupun tidak diminta, maka orang itu mau tidak mau menurut
hukum wajib meneruskan perhatina tersebut sampai A sembuh dan dapat lagi
memperhatikan kepentingannya sendiri. Inilah yang dinamakan zaakwaameming.
Sedangkan contoh dari onrechtmatige
daad pada mulanya secara sempit diartikan sebagai suatu perbuatan melanggar
undang-undang dalam arti:
a.
Melanggar hak orang lain sebagaimana
yang ditetapkan oleh undang-undang;
b.
Melanggar kewajiban hukum
(rechtsplicht) dari pelaku itu sendiri sebagaimana ditetapkan undang-undang.
Peristiwa Hukum
Yang
dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeit
adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum, agar lebih
jelas akan disampaikan beberapa contoh yang relevan dengan istilah peristiwa
hukum, sebab tidak setiap peristiwa kemasyarakatan akibatnya diatur oleh hukum.
Contoh
pertama :
Peristiwa
transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini terdapat akibat yang diatur oleh
hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban, sebagaimana pasal 1457 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata bahwa ”Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan
mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan
pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.
Contoh
kedua :
Peristiwa
kematian seseorang. Pada peristiwa kematian seseorang secara wajar, dalam hukum
perdata akan menimbulkan berbagai akibat yang diatur oleh hukum, misalnya
penetapan pewaris dan ahli waris. Pada pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata berbunyi “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Sedangkan
apabila kematian seseorang tersebut akibat pembunuhan, maka dalam hukum pidana
akan timbul akibat hukum bagi si pembunuh yaitu ia harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya sebagaimana disebutkan pada pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana bahwa ”Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain,
dihukum, karena makar atau pembunuhan atau doodslag, dengan
hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
Contoh
ketiga :
Seorang
pria menikahi wanita secara resmi. Peristiwa pernikahan atau perkawinan ini
akan menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum yakni hukum perkawinan dimana
dalam peristiwa ini timbul hak dan kewajiban bagi suami istri. Pada pasal
31 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan berbunyi
“Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Sedangkan pasal
34 ayat (2) menetapkan ”Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.
Setelah
memperhatikan contoh-contoh diatas, ternyata peristiwa hukum itu dapat di
bedakan menjadi 2, yaitu :
a. Peristiwa hukum karena
perbuatan subyek hukum;
b. Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek
hukum.
Peristiwa hukum karena perbuatan
subyek hukum adalah semua perbuatan yang dilakukan manusia atau badan hukum
yang dapat menimbulkan akibat hukum. Contoh peristiwa pembuatan surat wasiat
dan peristiwa tentang penghibahan barang.
Peristiwa
hukum yang bukan perbuatan subyek hukum adalah semua peristiwa hukum yang tidak
timbul karena perbuatan subyek hukum, akan tetapi apabila terjadi dapat
menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Misal kelahiran seorang bayi,
kematian seseorang, dan kadaluarsa (aquisitief yaitu kadaluarsa yang
menimbulkan hak dan extinctief yaitu kadaluarsa yang melenyapkan
kewajiban).
Perbuatan
subyek hukum dapat di bedakan menjadi dua, yaitu :
a. Perbuatan subyek hukum
yang merupakan perbuatan hukum;
b. Perbuatan subyek hukum yang bukan perbuatan
hukum.
Perbuatan
subyek hukum yang merupakan perbuatan hukum adalah perbuatann subyek hukum yang
akibat hukumnya dikehendaki pelaku. Jadi unsur kehendak merupakan unsur
esensial dari perbuatan tersebut. Contoh perbuatan jual beli, perjanjian sewa
menyewa rumah, dan lain sebagainya.
Perbuatan
hukum ada 2 macam yakni perbuatan hukum yang bersegi satu (eenzijdig)
dan perbuatan hukum yang bersegi dua (tweezijdig). Suatu perbuatan hukum
bersegi satu adalah setiap perbuatan yang berakibat hukum (rechtsgevolg)
dan akibat hukum ditimbulkan oleh kehendak satu subyek hukum, yaitu satu pihak
saja (yang telah melakukan perbuatan itu). Misalnya, perbuatan hukum yang
disebut dalam pasal 132 KUHPerdata (hak seorang istri untuk melepaskan haknya
atas barang yang merupakan kepunyaan suami istri berdua setelah mereka kawin,
benda perkawinan), perbuatan hukum yang disebut dalam pasal 875 KUHPerdata
(perbuatan mengadakan testamen adalah suatu perbuatan hukum yang bersegi satu),
perbuatan hukum yang mendirikan yayasan (stichtingshandhandeling). Suatu
perbuatan hukum yang bersegi dua adalah setiap perbuatan yang akibat hukumnya
ditimbulkan oleh kehendak dua subyek hukum, yaitu dua pihak atau lebih. Setiap
perbuatan hukum yang bersegi dua merupakan perjanjian (overeenkomst)
seperti yang tercantum dalam pasal 1313 KUHPerdata : “Perjanjian itu suatu
perbuatan yang menyebabkan satu orang (subyek hukum) atau lebih mengikat
dirinya pada seorang (subyek hukum) lain atau lebih”.
Perbuatan
subyek hukum yang bukan perbuatan hukum adalah perbuatan subyek hukum yang
akibat hukumnya tidak dikehendaki pelaku. Contoh :
a. Zaakwaarneming (perwakilan sukarela)
yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, walapun bagi hukum tidak
perlu akibat tersebut dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu. Misalnya
pada pasal 1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :“Jika
seseorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili
urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara
diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan
tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri
urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia
dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas”.
b. Onrechtmatigedaad (perbuatan melawan
hukum), misalnya pada pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau pasal
1401 Burgerlijk Wetboek, yang menetapkan :“Elke
onrechtmatigedaad, waardoor aan een ander schade wordt toegebragt, stelt
dengene door wiens shuld die schade veroorzaakt is in de verpligting om dezelve
te vergoeden”.Soebekti dan Tjitrosudibio menterjemahkannya sebagai berikut
:“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut”.
Tujuan
Hukum
Tujuan hukum yang bersifat universal
adalah ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam
tata kehidupan bermasyarakat.
Teori
yang membahas masalah hukum.
a. Teori etis,
mengajarkan bahwa hukum semata-mata menghendaki keadilan. Teori ini dinamakan
teori etis karena isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis
kita mengenai ap ayang adil dan apa yang tidak adil.
b. Teori utilitas,
berpendapat bahwa hukum bertujuan mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah
bagi orang sebanyak-banyaknya. Kepastian melalui bagi perseorangan merupakan
tujuan hukum dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah dan bersifat umum,
namun tidak memperhatikan unsur keadilan.
Tujuan
hukum
a. Menurut Prof. Van
Apeldoorn ialah mengatur pergaulan manusia secara damai. Hukum menghendaki
perdamaian.
b. Menurut Prof. R.
Soebekti, SH tujaun hukum ialah mengabdi kepada tujuan negara yang dalam
pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
Pelayanan tujuan negara tersebut dilaksanakan dengan menyelenggarakan
“keadilan” dan “ketertiban” merupakan syarat yang pokok untuk mendatangkan
kemakmuran dan kebahagiaan.
Aristoteles
menyatakan bahwa tujuan hukum adalah menghendaki keadilan.
Macam-macam keadilan menurut Aristoteles ialah sebagai beriktu:
Macam-macam keadilan menurut Aristoteles ialah sebagai beriktu:
a. Keadilan distributif
atau Justitia distributiva.
b. Keadilan kumulatif
atau Justitia cummulativa.
Perbedaan
antara kedua keadilan tersebut ialah sebagai berikut:
a. Keadilan distibutif
merupakan sesuatu keadilan yang diberikan kepada setiap orang didasarkan atas
jasa-jasanya atau pembagian menurut hak masing-masing. Keadilan distributif
berperan dalam hubungan masyarakat antara masyarakat dengan perseorangan.
Disini pengertian keadilan bukan persamaan, melainkan perbandingan.
b.
Keadilan
kumulatif adalah suatu keadilan yang diterima oleh masing-maisng anggota tanpa
mempedulikan jasa masing-masing. Keadilan kumulatif berperan pada
tukar-menukar. Antar barang yang dikehendaki sama banyaknya atau nilainya.
keadilan kumulatif lebih menguasai hubungan antar perorangan.
Fungsi Hukum
Fungsi
hukum:
1) Hukum berfungsi untuk
melindungi kepentingan manusia
2) Hukum berfungsi
sebagai alat untuk ketertiban dan keteraturan masyarakat.
3) Hukum berfungsi
sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial (lahir batin).
4)
Hukum
berfungsi
sebagai alat perubahan social (penggerak pembangunan)
5)
Sebagai alat kritik
(fungsi kritis),
6)
Hukum berfungsi untuk
menyelesaikan pertikaian.
Sumber Hukum
Sumber hukum adalah segala sesuatu
yang dapat menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat
memaksa. Artinya: aturan-aturan yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi yang
tegas dan nyata.Para ahli membedakan sumber hukum ke dalam 2 (dua)
bagian, yaitu Sumber hukum dalam arti material dan sumber hukum dalam arti
formal.
1) Sumber Hukum dalam arti material,
yaitu: suatu keyakinan/ perasaan hukum individu dan pendapat umum yang
menentukan isi hukum. Dengan demikian keyakinan/ perasaan hukum individu
(selaku anggota masyarakat) dan juga pendapat umum yang merupakan faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi pembentukan hukum.
2) Sedangkan sumber hukum dalam arti
Formal, yaitu: bentuk atau kenyataan dimana kita dapat menemukan hukum yang
berlaku. Jadi karena bentuknya itulah yang menyebabkan hukum berlaku umum,
diketahui, dan ditaati.
Adapun yang termasuk sumber hukum dalam arti formal adalah :
Adapun yang termasuk sumber hukum dalam arti formal adalah :
a. Undang-undang
b. Kebiasaan atau hukum
tak tertulis
c. Yurisprudensi
d. Traktat
e. Doktrin
a)
Undang-undang
Dilihat dari bentuknya, hukum dibedakan menjadi:
(a). Hukum tertulis
(b). Hukum tidak tertulis
Undang-undang merupakan salah satu contoh dari hukum tertulis. Jadi, Undang-undang adalah peraturan negara yang dibentuk oleh alat perlengkapan negara yang berwenang untuk itu dan mengikat masyarakat umum.
Dari definisi undang-undang tersebut, terdapat 2 (dua) macam pengertian:
Dilihat dari bentuknya, hukum dibedakan menjadi:
(a). Hukum tertulis
(b). Hukum tidak tertulis
Undang-undang merupakan salah satu contoh dari hukum tertulis. Jadi, Undang-undang adalah peraturan negara yang dibentuk oleh alat perlengkapan negara yang berwenang untuk itu dan mengikat masyarakat umum.
Dari definisi undang-undang tersebut, terdapat 2 (dua) macam pengertian:
1)
Undang-undang dalam arti materiil,
yaitu: setiap peraturan yang dikeluarkan oleh Negara yang isinya langsung
mengikat masyarakat umum. Misalnya:
Ketetapan MPR, Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU), Keputusan Presiden (KEPRES), Peraturan Daerah (PERDA), dll
b. Undang-undang dalam arti formal, yaitu: setiap peraturan negara yang karena bentuknya disebut Undang-undang atau dengan kata lain setiap keputusan/peraturan yang dilihat dari cara pembentukannya. Di Indonesia, Undang-undang dalam arti formal dibuat oleh Presiden dengan persetujuan DPR(lihat pasal 5 ayat 1 UUD 45).
Perbedaan dari kedua macam Undang-undang tersebut terletak pada sudut peninjauannya. Undang-undang dalam arti materiil ditinjau dari sudut isinya yang mengikat umum, sedangkan undang-undang dalam arti formal ditinjau segi pembuatan dan bentuknya. Oleh karena itu untuk memudahkan dalam membedakan kedua macam pengertian undang-undang tersebut, maka undang-undang dalam arti materiil biasanya digunakan istilah peraturan, sedangkan undang-undang dalam arti formal disebut dengan undangundang.
Ketetapan MPR, Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU), Keputusan Presiden (KEPRES), Peraturan Daerah (PERDA), dll
b. Undang-undang dalam arti formal, yaitu: setiap peraturan negara yang karena bentuknya disebut Undang-undang atau dengan kata lain setiap keputusan/peraturan yang dilihat dari cara pembentukannya. Di Indonesia, Undang-undang dalam arti formal dibuat oleh Presiden dengan persetujuan DPR(lihat pasal 5 ayat 1 UUD 45).
Perbedaan dari kedua macam Undang-undang tersebut terletak pada sudut peninjauannya. Undang-undang dalam arti materiil ditinjau dari sudut isinya yang mengikat umum, sedangkan undang-undang dalam arti formal ditinjau segi pembuatan dan bentuknya. Oleh karena itu untuk memudahkan dalam membedakan kedua macam pengertian undang-undang tersebut, maka undang-undang dalam arti materiil biasanya digunakan istilah peraturan, sedangkan undang-undang dalam arti formal disebut dengan undangundang.
2)
Kebiasaan atau
Hukum tak tertulis
Kebiasaan (custom) adalah: semua aturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah, tetapi ditaati oleh rakyat, karena mereka yakin bahwa aturan itu berlaku sebagai hukum. Agar kebiasaan memiliki kekuatan yangberlaku dan sekaligus menjadi sumber hukum, maka harus dipenuhi syarat sebagai berikut:
o Harus ada perbuatan atau tindakan tertentu yang dilakukan berulangkali dalam hal yang sama dan diikuti oleh orang banyak/ umum.
o Harus ada keyakinan hukum dari orang-orang/ golongan-golongan yang berkepentingan. dalam arti harus terdapat keyakinan bahwa aturan-aturan yang ditimbulkan oleh kebiasaan itu mengandung/ memuat hal-hal yang baik dan layak untuk diikuti/ ditaati serta mempunyai kekuatan mengikat.
Kebiasaan (custom) adalah: semua aturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah, tetapi ditaati oleh rakyat, karena mereka yakin bahwa aturan itu berlaku sebagai hukum. Agar kebiasaan memiliki kekuatan yangberlaku dan sekaligus menjadi sumber hukum, maka harus dipenuhi syarat sebagai berikut:
o Harus ada perbuatan atau tindakan tertentu yang dilakukan berulangkali dalam hal yang sama dan diikuti oleh orang banyak/ umum.
o Harus ada keyakinan hukum dari orang-orang/ golongan-golongan yang berkepentingan. dalam arti harus terdapat keyakinan bahwa aturan-aturan yang ditimbulkan oleh kebiasaan itu mengandung/ memuat hal-hal yang baik dan layak untuk diikuti/ ditaati serta mempunyai kekuatan mengikat.
3)
Yurispudensi
adalah: keputusan hakim terdahulu yang kemudian diikuti dan dijadikan pedoman oleh hakim-hakim lain dalam memutuskan suatu perkara yang sama.
adalah: keputusan hakim terdahulu yang kemudian diikuti dan dijadikan pedoman oleh hakim-hakim lain dalam memutuskan suatu perkara yang sama.
4)
Traktat
Adalah: perjanjian yang dilakukan oleh kedua negara atau lebih. Perjanjian yang dilakukan oleh 2 (dua) negara disebut Traktat Bilateral, sedangkan Perjanjian yang dilakukan oleh lebih dari 2 (dua) negara disebut Traktat Multilateral. Selain itujuga ada yang disebut sebagai Traktat Kolektif yaitu perjanjian antara beberapa negara dan kemudian terbuka bagi negara-negara lainnya untuk mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut.
Adalah: perjanjian yang dilakukan oleh kedua negara atau lebih. Perjanjian yang dilakukan oleh 2 (dua) negara disebut Traktat Bilateral, sedangkan Perjanjian yang dilakukan oleh lebih dari 2 (dua) negara disebut Traktat Multilateral. Selain itujuga ada yang disebut sebagai Traktat Kolektif yaitu perjanjian antara beberapa negara dan kemudian terbuka bagi negara-negara lainnya untuk mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut.
5)
Doktrin Hukum
Adalah: pendapat para ahli atau sarjana hukum ternama/ terkemuka. Dalam Yurispudensi dapat dilihat bahwa hakim sering berpegangan pada pendapat seorang atau beberapa sarjana hukum yang terkenal namanya. Pendapat para sarjana hukum itu menjadi dasar keputusan-keputusan yang akan diambil oleh seorang hakim dalam menyelesaikan suatu perkara.
Adalah: pendapat para ahli atau sarjana hukum ternama/ terkemuka. Dalam Yurispudensi dapat dilihat bahwa hakim sering berpegangan pada pendapat seorang atau beberapa sarjana hukum yang terkenal namanya. Pendapat para sarjana hukum itu menjadi dasar keputusan-keputusan yang akan diambil oleh seorang hakim dalam menyelesaikan suatu perkara.
Penafsiran
Hukum
1) Penafsiran tata bahasa
(gramatikal).
Pada penafsiran gramatikal ketentuan yang terdapat di peraturan perundang-undangan ditafsirkan dengan berpedoman pada arti perkataan menurut tatabahasa atau menurut kebiasaan.
Pada penafsiran gramatikal ketentuan yang terdapat di peraturan perundang-undangan ditafsirkan dengan berpedoman pada arti perkataan menurut tatabahasa atau menurut kebiasaan.
2) Penafsiran sahih
(autentik/resmi).
Penafsiran autentik adalah penafsiran yang dilakukan berdasarkan pengertian yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang.
Penafsiran autentik adalah penafsiran yang dilakukan berdasarkan pengertian yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang.
3) Penafsiran historis.
Penafsiran historis dilakukan berdasarkan: Sejarah hukumnya, yaitu berdasarkan sejarah terjadinya hukum tersebut.Sejarah undang-undangnya, yaitu dengan menyelidiki maksud pembentuk undang-undang pada saat membentuk undang-undang tersebut.
Penafsiran historis dilakukan berdasarkan: Sejarah hukumnya, yaitu berdasarkan sejarah terjadinya hukum tersebut.Sejarah undang-undangnya, yaitu dengan menyelidiki maksud pembentuk undang-undang pada saat membentuk undang-undang tersebut.
4) Penafsiran sistematis.
Penafsiran sistematis dilakukan dengan meninjau susunan yang berhubungan dengan pasal-pasal lainnya, baik dalam undang-undang yang sama maupun dengan undang-undang yang lain.
Penafsiran sistematis dilakukan dengan meninjau susunan yang berhubungan dengan pasal-pasal lainnya, baik dalam undang-undang yang sama maupun dengan undang-undang yang lain.
5) Penafsiran nasional.
Penafsiran nasional merupakan penafsiran yang didasarkan pada kesesuaian dengan sistem hukum yang berlaku.
Penafsiran nasional merupakan penafsiran yang didasarkan pada kesesuaian dengan sistem hukum yang berlaku.
6) Penafsiran teleologis
(sosiologis).
Penafsiran sosiologis merupakan penafsiran yang dilakukan dengan memperhatikan maksud dan tujuan dari undang-undang tersebut. Penafsiran sosiologis dilakukan karena terdapat perubahan di masyarakat, sedangkan bunyi undang-undang tidak berubah.
Penafsiran sosiologis merupakan penafsiran yang dilakukan dengan memperhatikan maksud dan tujuan dari undang-undang tersebut. Penafsiran sosiologis dilakukan karena terdapat perubahan di masyarakat, sedangkan bunyi undang-undang tidak berubah.
7) Penafsiran ekstensif.
Penafsiran ekstentif dilakukan dengan memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Penafsiran ekstentif dilakukan dengan memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan.
8) Penafsiran restriktif.
Penafsiran restriktif dilakukan dengan mempersempit arti kata-kata yang terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Penafsiran restriktif dilakukan dengan mempersempit arti kata-kata yang terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan.
9) Penafsiran analogis.
Penafsiran analogis dilakukan dengan memberikan suatu kiasan atau ibarat pada kata-kata sesuai dengan asas hukumnya,
Penafsiran analogis dilakukan dengan memberikan suatu kiasan atau ibarat pada kata-kata sesuai dengan asas hukumnya,
10) Penafsiran a contrario
(menurut peringkaran).
Penafsiran a contrario adalah penafsiran yang didasarkan pada perlawanan antara masalah yang dihadapi dengan masalah yang diatur dalam undang-undang.
Penafsiran a contrario adalah penafsiran yang didasarkan pada perlawanan antara masalah yang dihadapi dengan masalah yang diatur dalam undang-undang.
Konstruksi
Hukum
Konstruksi
hukum terbagi 3 yaitu :
1) Konstruksi hukum atau
penafsiran analogis
Penafsiran analogis adalah
penafsiran daripada suatu peraturan hukum dengan memberi ibarat (kias) pada
kata-kata sesuai dengan asas hukum, sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya
tidak dapat dimasukkan, lalu dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut,
misalnya “ menyambung aliran listrik” dianggap sama dengan “mengambil aliran
listrik”
Memakai UU secara analogi
maksudnya memperluas berlakunya pengertian hukum atau perundang-undangan.
Adanya analogi, akibat dibutuhkan
perluasan hukum dengan menyesuaikan tempat, waktu dan situasi. Menganalogi
merupakan penciptaan konstruksi baru, mempunyai kesaam permasalahan dengan
anasir yang berlainan. Pada prinsipnya analogi berlaku untuk masalah-masalah
hukum perdata (privat), terutama sekali dalam hukum perikatan
(verbintenissenrecht). Sedangkan untuk hukum publik yang sifatnya memaksa (dwingend
recht) tidak boleh dilakukan analogi karena terikat pada pasal 1 KUH Pidana
yang menegaskan bahwa seseorang tidak dapat dihukum, selai atas kekuatan
ketentuan pidana dalam UU.
Contoh menggunakan UU secara
analogi :
a. Ketentuan peraturan
perundang-undangan tentang perjanjian jual-beli berlaku juga untuk perjanjian
tukar-menukar seperti yang ditegaskan oleh pasal 1546 KUH Perdata.Bunyi pasal
1546 KUH Perdata sbb : “ untuk selainnya aturan tentang perjanjian jual-beli berlaku
terhadap perjanjian tukar-menukar.”Maksud dari pasal tersebut adalah kalau 2
orang melakukan perjanjian jual-beli yang diatur dalam pasal 1457 sampai pasal
1540 KU Perdata dapat dipergunakan dalam perjanjian itu.
2) Penghalusan hukum
(rechtsverfijning)
Penghalusan hukum adalah
memperlakukan hukum sedemikian rupa (secara halus) sehingga seolah-olah tidak
ada pihak yang disalahkan. Penghalusan hukum dengan cara mempersempit
berlakunya suatu pasal merupakan kebalikan daripada analogi hukum. Penghalusan
hukum bemaksud mengisi kekosongan dalam sistem UU. Dalam sistem UU terdapat
ruang kosong apabila sistem UU (sistem formal hukum) tidak dapat menyelesaikan
masalah secara adil atau sesuai dengan kenyataan sosial (social werkelijkheid).
Penghalusan hukum merupakan penyempurnaan sistem hukum oleh hakim. Sifat
daripada Penghalusan hukum adalah tidak mencari kesalahan daripada pihak dan
apabila satu pihak disalahkan maka akan timbul ketegangan. Perbuatan
menghaluskan hukum ketika hakim terpaksa mengeluarkan perkara yang bersangkutan
dari lingkungan ketentuan dan selanjutnya diselesaikan menurut peraturan
tersendiri. Contoh penghalusan hukum :
a. Masalah perbuatan
melanggar hukum pasal 1365 Perdata, adalah pihak yang salah wajib memberi ganti
rugi kepada yang menderita kerugian. Cthnya: Disuatu jalan terjadi tabrakan
antara A dan B. Kedua kendaraan sama-sama berkecepatan tinggi dan sama-sama
rusak. Apabila A menuntut ganti rugi terhadap B, maka B juga dapat menuntut
ganti rugi terhadap A. Dengan demikian kedua-duanya salah, sama-sama saling
memberi ganti rugi sehingga terjadi suatu kompensasi.
3) Pengungkapan secara
berlawanan (Argumentum a contrario)
Argumentum a contrario adalah
penafsiran UU yang didasarkan atas pengingkaran artinya berlawanan pengertian
antara soal yang dihadapi dengan soal yang diatur dalam suatu pasal dalam UU.
Pada hakikatnya penafsiran a contrario adalah sama dengan penafsiran analogis
hanya hasilnya berlawanan. Analogi membawa hasil positif sedangkan Argumentum
a contrario hasilnya negatif, kedua cara menjalankan UU ini sama-sama
berdasarkan konstruksi hukum.Penafsiran berdasarkan Argumentum a contrario
mempersempit perumusan hukum atau perundang-undangan. Tujuannnya ialah untuk
lebih mempertegas adanya kepastian hukum sehingga tidak menimbulkan keraguan.
Azas – Azas Hukum
Azas-azas hukum :
1)
Asas Hukum (P. Scholten)
kecenderungan-kecenderungan yang disyaratkan oleh pandangan
kesusilaan kita pada hukum dan merupakan sifat – sifat umum dengan
keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi harus ada.
2)
Asas Hukum Umum
Norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh
ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum.
3)
Asas hukum khusus
Asas hukum yang berfungsi dalam bidang yang lebih sempit
seperti dalam bidang hukum perda, hukum pidana dan sebagainya, yang sering
merupakan penjabaran dari asas hukum umum.
4)
Asas Hukum Internasional
Asas hukum yang diberlakukan dalam hubungan antar negara.
5)
Asas hukum pengangkutan
Objek kajian berupa landasan filosofis (fundamental norm)
yang menjadi dasar ketentuan-ketentuan mengenai pengangkutan yang menyatakan
kebenaran, keadilan dan kepatutan yang diterima oleh semua pihak.
6)
Asas Hukum (Van Eikema
Hommes)
Dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum
positif.
7)
Azas “Pacta sunt
servanda” yang berarti “Janji harus ditepati”
Dasar yang fundamental di dalam hukum perjanjian yang banyak
dianut di berbagai negara adalah suatu azas yang berbunyi “Pacta sunt servanda”
yang berarti “Janji harus ditepati”. Azas pacta sunt servanda ini kemudian
muncul di berbagai peraturan hukum di semua bangsa yang berperadaban.
8)
Praduga Tak Bersalah atau
“in dubio pro reonce”
Adalah asas di mana seseorang dinyatakan tidak bersalah
hingga pengadilan menyatakan bersalah. Asas ini sangat penting pada demokrasi
modern dengan banyak negara memasukannya kedalam konstitusinya.
9)
Asas Legalitas
Yaitu adanya persamaan kedudukan, perlindungan, dan keadilan
di hadapan hukum.
10)
Asas Keseimbangan
Yaitu proses hukum yang ada haruslah menegakkan hak asasi
manusia dan melindungi ketertiban umum.
11)
Asas Unifikasi
Yaitu penyamaan keberlakuan hukum acara pidana di seluruh
wilayah Indonesia
12)
Asas Ganti rugi dan
Rehabilitasi
Yaitu adanya ganti rugi dan rehabilitasi bagi pihak yang
dirugikan karena kesalahan dalam proses hukum.
13)
Asas Peradilan Sederhana,
Cepat dan Biaya Ringan
Yaitu pelaksanaan peradilan (dari penyidikan sampai dengan
putusan Hakim) secara tidak berbelit-belit dan dengan biaya yang seminim
mungkin guna menjaga kestabilan terdakwa (pasal 50 KUHAP).
14)
Asas Oportunitas
Yaitu hak seorang Jaksa untuk menuntut atau tidak demi
kepentingan umum.
15)
Asas Akusator
Yaitu penempatan tersangka sebagai subjek yang memiliki hak
yang sama di depan hukum.
16)
Prinsip Pembatasan
Penahanan
Yaitu menjamin hak-hak asasi manusia dengan membatasi waktu
penahanan dalam melalui proses hukum.
17)
Prinsip Diferensiasi
Fungsional
Yaitu penegasan batas-batas kewenangan dari aparat penegak
hukum secara instansional.
18)
Prinsip Saling Koordinasi
Yaitu adanya hubungan kerja sama di antara aparat penegak
hukum untuk menjamin adanya kelancaran proses hukum.
19)
Prinsip Penggabungan
Pidana dengan Tuntutan Ganti Rugi
Yaitu dipakainya gugatan ganti rugi secara perdata untuk
menyelesaikan kasus pidana yang berhubungan dengan harta kekayaan.
20)
Peradilan tebuka Untuk
Umum
Yaitu hak dari publik untuk menyaksikan jalannya peradilan
(kecuali dalam hal-hal tertentu).
21)
Kekuasaan Hakim yang
Tetap
Yaitu peradilan harus dipimpin oleh seorang/sekelompk hakim
yang memiliki kewenangan yang sah dari Pemerintah.
22)
Pemeriksaan Hakim Yang
langsung dan lisan
Yaitu peradilan dilakukan oleh hakim secara langsung dan lisan
(tidak menggunakan tulisan seperti dalam hukum acara perdata.
23)
Bantuan Hukum Bagi
Terdakwa
24)
Yaitu adanya bantuan
hukum yang diberikan bagi terdakwa.
Asas Perintah Tertulis
Asas Perintah Tertulis
Yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan
berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang dengan UU.
25)
Asas Memperoleh Bantuan
Hukum
Yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh
bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP)
26)
Asas Terbuka
Yaitu, pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka
untuk umum (pasal 64 KUHAP)
27)
Asas Pembuktian
Yaitu tersangka/ terdakwa tidak dibebani kewajiban
pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU.
28)
Asas Praduga Rechtmatig
(benar menurut Hukum, presumptio iustea causa)
Asas ini menganggap bahwa setiap tindakan penguasa selalu
harus dianggap berdasarkan hukum (benar) sampai ada pembatalan. Dalam asas ini
gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat (Pasal 67 ayat (1) UU No.5
tahun 1986).
29)
Asas pembuktian bebas
Hakimlah yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda
dengan ketentuan 1865 BW (lihat Pasal 101, dibatasi ketentuan Pasal 100.
30)
Asas keaktifan hakim
(dominus litis)
Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para
pihak yang tidak berimbang (lihat Pasal 58, 63, ayat (1) dan (2), Pasal 80 dan
Pasal 85)
31)
Asas putusan pengadilan
mempunyai kekuatan mengikat (erga omnes)
Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian
putusan pengadilan berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang
bersengketa.
32)
Asas para pihak harus
didengar (audi et alteram partem)
Para pihak mempunyai kedudukan yang sama
33)
Asas kesatuan beracara
Dalam perkara yang sejenis
34)
Asas penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman yang bebas
Pasal 24 UUD 1945 Jo.Pasal
1 UU No. 4 2004
35)
Asas sidang terbuka untuk
umum
Putusan mempunyai kekuatan hukum jika diucapkan dalam sidang
yang terbuka untuk umum (Pasal 70 UU PTUN)
36)
Asas pengadilan
berjenjang
Tingkat pertama (PTUN), banding (PT TUN), dan Kasasi (MA),
dimungkinkan pula PK (MA)
37)
Asas pengadilan sebagai
upaya terakhir (ultimum remidium)
Sengketa sedapat mungkin diselesaikan melalui upaya
administrasi (musyawarah mufakat), jika belum puas, maka ditempuh upaya
peradilan (Pasal 48 UU PTUN)
38)
Nullum crimen nulla poena
sine lege
Tidak ada kejahatan tanpa peraturan perundang-undangan yang
mengaturnya.
39)
Lex superiori derogat
lege inferiori
Peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang
lebih rendah, lihat dalam Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004
40)
Lex posteriori derogat
lege priori
Peraturan yang terbaru mengesampingkan peraturan yang
sebelumnya. Pahami juga, lex prospicit, non respicit.
41)
Lex specialis derogat
lege generali
Peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang
bersifat lebih umum, lihat Pasal 1 KUHD.
42)
Res judicata pro veritate
habeteur
Putusan hakim dianggap benar sampai ada putusan hakim lain
yang mengoreksinya.
43)
Lex dura sed tamen
scripta
Undang-undang bersifat memaksa, sehingga tidak dapat
diganggu gugat.
44)
Die normatieven kraft des
faktischen
Perbuatan yang dilakukan berulang kali memiliki kekuatan
normatif, lihat Pasal 28 UU No. 4 Tahun 2004.
45)
Asas Tut Wuri Handayani
Secara historis Tut Wuri Handayani lahir sebagai semboyan
yang digunakan oleh Ki Hajar Dewantoro dalam sistem pendidikan Taman Siswa.
Makna Tut Wuri Handayani adalah :
a.
Tut Wuri yaitu, mengikuti
perkembangan sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan cinta kasih tanpa
pamrih
b.
Handayani yaitu, mempengaruhi dalam arti
merangsang, memupuk, membimbing,menggairahkan agar sang anak mengembangkan
pribadi masing-masing melalui disiplin pribadi
46)
Asas Demokrasi
Azas Demokrasi dalam pendidikan bersumber pada sila ke-4
pancasila. Dari sila ini dirumuskan pedoman dalam penghayatan dan pengamalan
menjadi 7 butir P4. Dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional
ditegaskan adanya hak peserta didik
47)
Asas Kepastian Hukum
Azas kepastian hukum untuk melindungi berbagai kepentingan
individu maupun kelompok dalam kehidupan bermasyarakat yang selaras dan serasi,
pemerintah menciptakan keputusan maupun peraturan yang menyangkut berbagai
aspek, diantaraya aspek perekonomian, hak milik, perkawinan, pendidikan, dsb.
Ketentuan hukum yang mengatur masalah pendidikan bersumber pada UUD 45 pasal 31
dan ayat 2.
48)
Azas Pendidikan Seumur
Hidup
Azas Pendidikan seumur hidup bahwa pendidikan merupakan
proses budaya intuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, dilaksanakan
dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pada hakekatnya pendidikan seumur
hidup menurut John Dewey tidak dapat dipisahkan dari belajar seumur hidup.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar