Selasa, 09 Desember 2014

Pengertian Hukum



Pengertian Hukum dan menurut Para Ahli

Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela."

  1. Drs.E.Utrecht,S.H.
    Dalam bukunya yang berjudul Pengantar dalam Hukum Indonesia (1953), beliau mencoba membuat suatu batasan sebagai pegangan bagi orang yang sedang mempelajari ilmu hukum. Menurutnya, hukum ialah himpunan peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan karena pelanggaran petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah.
  1. AchmadAli
    Hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang salah, yang dibuat atau diakui eksistensinya oleh pemerintah, yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) ataupun yang tidak tertulis, yang mengikatdan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan, dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan itu.
  1. ImmanuelKant
    Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan (1995).
  1. Prof.Dr.MochtarKusumaatmadja
    Hukum ialah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat dan bertujuan memelihara ketertiban serta meliputi lembaga-lembaga dan proses guna mewujudkan berlakunya kaidah sebagai kenyataan dalam masyarakat.
  1. J.C.T.Simorangkir
    Hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa dan menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat dan dibuat oleh lembaga berwenang.
  1. Mr.E.M.Meyers
    Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan. Ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman bagi penguasapenguasa negara dalam melakukan tugasnya.
  1. S.M.Amin
    Dalam bukunya yang berjudul “Bertamasya ke Alam Hukum,” hukum dirumuskan sebagai berikut: Kumpulankumpulan peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi sanksi. Tujuan hukum itu adalah mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
  1. P.Borst
    Hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia di dalam masyarakat. Yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan mendapatkan tata atau keadilan.
  1. Prof.Dr.VanKan
    Hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.

     Subyek Hukum


            Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu bertitik tolak dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi). Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum. 1. Manusia (naturlife persoon). Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. seperti:
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, atau belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
3.Badan Hukum (recht persoon).
             Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.
Sumber : http:// id.wikipedia.org/wiki/Subyek_hukum



     Objek Hukum

            Objek hukum adalah segala sesuatu yang menjadi objek hubungan hukum. Objek hukum merupakan kepentingan bagi subjek hukum yang dapat bersifat material dan berwujud, dan dapat bersifat imaterial, misalnya objek hak cipta. Objek hukum ialah benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek dari hak milik.
Menurut pasal 503 sampai dengan pasal 504 KUH perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Benda yang bersifat kebendaan
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan.
Benda bergerak juga dibedakan atas dua yaitu :
1. Benda bergerak karena sifatnya Misalnya : kursi, meja, dan hewan – hewan yang dapat berpindah sendiri.
2. Benda bergerak karena ketentuan undang – undang Misalnya : hak memungut hasil atas benda – benda bergerak, saham – saham perseroan terbatas.
Benda tidak bergerak dibedakan atas tiga yaitu :
1. Benda bergerak karena sifatnya
Misalnya : tanah, tumbuh – tumbuhan, arca, patung.
2. Benda tidak bergerak karena tujuannya
Misalnya : mesin alat – alat yang dipakai dalam pabrik.
3. Benda tidak bergerak karena ketentuan undang – undang
Misalnya : hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Membedakan benda bergerak dan benda tidak bergerak sangat penting karena berhubungan dengan empat hak yaitu, pemilikan (bezit), penyerahan (levering), daluwarsa (verjaring), dan pembebanan (bezwaring).
Hukum Benda ( Zaken Recht )
Hukum benda dalah peraturan – peraturan yang mengatur hak dan kewajiban manusia yang bernilai uang. Hak kebendaan merupakan hak mutlak sedangkan lawannya hak yang nisbi atau hak relative.
Sumber : http://lailamaharani.blogspot.com/2012/05/objek-hukum.html

  

 Norma Hukum
            Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).
 Proses terbentuknya norma hukum :
Dalam bermasyarakat, walaupun telah ada norma untuk menjaga keseimbangan, namun norma sebagai pedoman perilaku kerap dilanggar atau tidak diikuti. Karena itu dibuatlah norma hukum sebagai peraturan/ kesepakatan tertulis yang memiliki sanksi dan alat penegaknya.
Perbedaan antara norma hukum dan norma sosial :
a.       Norma hukum.
·         Aturannya pasti (tertulis) biasanya adalam bentuk UU atau pasal-pasal
·         Mengikat semua orang
·         Memiliki alat penegak aturan
·         Dibuat oleh lembaga yang berwenang seperti lembaga penegak hukum
·         Bersifat memaksa
·         Sanksinya berat
b.      Norma sosial
·         Kadang aturannya tidak pasti dan tidak tertulis
·         Ada atau tidaknya alat penegak tidak pasti (kadang ada, kadang tidak ada)
·         Dibuat oleh masyarakat
·         Bersifat tidak terlalu memaksa
·         Sanksinya ringan

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_hukum


Kaidah Hukum
            Kaidah merupakan patokan atau ukuran sebagai pedoman bagi manusia dalam bertindak. Kaidah juga dapat dikatakan sebagai aturan yang mengatur prilaku manusia dan prilaku kehidupan bermasyarakat. Secara umum kaidah dibedakan atau dua hal yaitu kaidah etika atau kaidah hukum. Kaidah etika merupakan kaidah yang meliputi norma susila, norma agama dan norma kesopanan. Pada dasarnya kaidah etika datang dari diri dalam manusia itu sendiri contohnya menghormati orangnya yang lebih tua, berbuat baik pada orang tua, saling menghargai, atau malu jika berbuat salah. Namun tidak jarang kaidah etika merupakan kaidah yang datang dari diri manusia misalnya dari ajaran agama contohnya tidak boleh berprilaku jahat pada orang lain. Kaidah hukum merupakan kaidah yang memiliki sanksi tegas. Kaidah hukum ialah kaidah yang mengatur hubungan atau intraksi antar pribadi, baik secara langsung atau tidak langsung oleh karena itu kaidah hukum ditujukan untuk kedamaian, ketentraman, dan ketertiban hidup bersama. Kaidah hukum biasanya ada paksaan yang berwujud ancaman bagi para pelanggarnya.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kaidah





    Jenis Hukum
Hukum terdiri atas bermacam-macam. Untuk mengetahui tentang macam-macam hukum, ada beberapa penggolongan hukum.
a.       Hukum menurut Bentuknya
Menurut bentuknya, hukum dikelompokkan sebagai berikut.
1)      Hukum tertulis adalah hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan perundangan. Hukum tertulis dapat merupakan hukum tertulis yang dikodifikasikan dan hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan.
2)       Hukum tak tertulis adalah hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis. Hukum tak tertulis juga disebut hukum kebiasaan. Hukum tidak tertulis ditaati seperti suatu peraturan perundangan.
b.      Hukum menurut Tempat Berlakunya
Menurut tempat berlakunya, hukum dibedakan sebagai berikut.
1)      Hukum nasional adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara.
2)      Hukum internasional adalah hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
3)      Hukum asing adalah hukum yang berlaku di negara lain.
4)      Hukum lokal adalah hukum yang berlaku di suatu daerah atau wilayah tertentu.

c.       Hukum menurut Sumbernya
Menurut sumbernya, hukum dapat digolongkan sebagai berikut.
1)      Undang-undang adalah hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
2)      Hukum kebiasaan adalah hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan kebiasaan.
3)      Hukum traktat adalah hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antarnegara.
4)       Hukum yurisprudensi adalah hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
d.      Hukum menurut Waktu Berlakunya
Menurut waktu berlakunya, hukum dapat digolongkan sebagai berikut.
1)      Hukum positif (ius constitutum) adalah hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Hukum positif (ius constitutum) disebut juga tata hukum.
2)       Ius constituendum adalah hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang.
3)      Hukum asasi adalah hukum yang berlaku di mana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tidak mengenal batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapa pun di seluruh tempat.
e.       Hukum menurut Isinya
Menurut isinya, hukum dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1)      Hukum privat adalah kumpulan hukum yang mengatur hubungan-hubungan antarorang dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Hukum privat juga disebut hukum sipil. Contoh: KUH Perdata dan KUH Dagang.
2)      Hukum publik adalah kumpulan hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara negara dengan alat perlengkapannya atau antara negara dengan perorangan. Hukum publik bertujuan untuk melindungi kepentingan umum. Hukum publik juga disebut hukum negara.
f.       Hukum menurut Wujudnya
Menurut wujudnya, hukum dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1)      Hukum objektif adalah hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu. Hukum ini untuk menyatakan peraturan yang mengatur antara dua orang atau lebih. Contoh: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
2)      Hukum subjektif adalah hukum yang dihubungkan dengan seseorang tertentu dan dengan demikian menjadi hak. Contoh: Kitab Undang-Undang Hukum Militer.
g.       Hukum menurut Sifatnya
Menurut sifatnya, hukum dapat digolongkan sebagai berikut.
1)      Hukum yang memaksa adalah hukum yang dalam keadaan bagaimana pun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak. Contoh: hukum pidana
2)      Hukum yang mengatur adalah hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian. Contoh: hukum dagang.
h.      Hukum menurut Cara Mempertahankannya Menurut cara mempertahankannya, hukum dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1)      Hukum materiil adalah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah-perintah dan larangan-larangan. Contoh: hukum pidana, hukum perdata, dan hukum dagang.
2)      Hukum formal adalah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum materiil atau suatu peraturan yang mengatur cara mengajukan suatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana caranya hakim memberi putusan. Hukum formal disebut hukum acara. Contoh: hukum acara pidana dan hukum acara perdata
Sumber : http://yogiiarianda.blogspot.com/2011/04/jenis-jenis-hukum.html



 Perbuatan Hukum
            Yang dimaksud perbuatan hukum adalah perbuatan subyek hukum yang  akibat hukumnya dikehendaki pelaku. Sedangkan Logemann mengatakan:
“Rechtshandelingen zijn handelingen, die beogen het doen onstaan van rechtsplichten (c.q. het doen tenietgaan of veranderen)”.
Artinya:
“Perbuatan hukum itu perbuatan yang bermaksud menimbulkan kewajiban hukum (melenyapkan atau mengubah kewajiban hukum)”.
Atau dengan kata lain, perbuatan hukum adalah segala perbuatan manusia yang sengaja dilakukan untuk menimbulkan hak dan kewajiban. Jadi suatu perbuatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku, bukan suatu perbuatan hukum. Misalnya tindakan subyek hukum dalam mengadakan perjanjian sewa menyewa rumah. Di sini jelas akibat yang timbul dari perbuatan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut akan menimbulkan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban yang timbul inilah yang dimaksud dengan akibat hukum.
Secara umum menurut macamnya perbuatan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.       Perbuatan hukum bersegi satu (sepihak,eenzijdig);
b.      Perbuatan hukum bersegi dua (timbal  balik, tweezijdg).
Sedangkan menurut penyusun pada kenyataannya perbuatan hukum dapat ditambah satu macam lagi, yaitu:
Perbuatan hukum bersegi banyak.
Suatu perbuatan hukum disebut bersegi satu apabila perbuatan itu akibat hukumnya (rechtsgevolg) hanya ditimbulkan oleh satu pihak. Misalnya perbuatan hukum yang dilakukan seseorang ketika membuat surat wasiat (testamen). Perhatikan Pasal 875 KUH Perdata yang menetapkan:
“Adapun yang dinamakan surat wasiat atau testamen ialah suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali”.
Perbuatan hukum disebut bersegi dua apabila suatu perbuatan itu akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dua subyek hukum yang melakukan perbuatan hukum itu. Misalnya perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak ketika mengadakan perjanjian sewa menyewa rumah. Sedangkan perbuatan hukum bersegi banyak, apabila perbuatan itu akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak banyak pihak. Baik perbuatan hukum bersegi dua maupun bersegi banyak, dalam bahasa hukum biasa disebut perjanjian, persetujuan (overeenkomst). Perhatikan Pasal 1313 KUH Perdata yang menetapkan:
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Disamping perbuatan hukum sebagai perbuatan subyek hukum, ada lagi perbuatan subyek hukum yang bukan perbuatan hukum, yaitu zaakwaameming dan onrechtmatige daad. Batasannya sudah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya.kini, tinggal mengemukakan contohnya.
Ketika A sedang sakit, ia tidak dapat memperhatikan kepentingannya. Apabila ada orang lain yang memperhatikan kepentingan A walaupun tidak diminta, maka orang itu mau tidak mau menurut hukum wajib meneruskan perhatina tersebut sampai A sembuh dan dapat lagi memperhatikan kepentingannya sendiri. Inilah yang dinamakan zaakwaameming.
Sedangkan contoh dari onrechtmatige daad pada mulanya secara sempit diartikan sebagai suatu perbuatan melanggar undang-undang dalam arti:
a.       Melanggar hak orang lain sebagaimana yang ditetapkan oleh undang-undang;
b.      Melanggar kewajiban hukum (rechtsplicht) dari pelaku itu sendiri sebagaimana ditetapkan undang-undang.

Sumber : http://nurmadiah44ft.blogspot.com/2013/09/perbuatan-hukum.html



Peristiwa Hukum
Yang dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeit adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum, agar lebih jelas akan disampaikan beberapa contoh yang relevan dengan istilah peristiwa hukum, sebab tidak setiap peristiwa kemasyarakatan akibatnya diatur oleh hukum.

Contoh pertama :

Peristiwa transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini terdapat akibat yang diatur oleh hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban, sebagaimana pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa ”Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.

Contoh kedua :

Peristiwa kematian seseorang. Pada peristiwa kematian seseorang secara wajar, dalam hukum perdata akan menimbulkan berbagai akibat yang diatur oleh hukum, misalnya penetapan pewaris dan ahli waris. Pada pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Sedangkan apabila kematian seseorang tersebut akibat pembunuhan, maka dalam hukum pidana akan timbul akibat hukum bagi si pembunuh yaitu ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagaimana disebutkan pada pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa ”Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar atau pembunuhan atau doodslag, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.

Contoh ketiga :

Seorang pria menikahi wanita secara resmi. Peristiwa pernikahan atau perkawinan ini akan menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum yakni hukum perkawinan dimana dalam peristiwa ini timbul hak dan kewajiban bagi suami istri. Pada  pasal 31 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan berbunyi “Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Sedangkan pasal 34 ayat (2) menetapkan ”Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.

Setelah memperhatikan contoh-contoh diatas, ternyata peristiwa hukum itu dapat di bedakan menjadi 2, yaitu :
a.       Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum;
b.       Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum.

            Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum adalah semua perbuatan yang dilakukan manusia atau badan hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum. Contoh peristiwa pembuatan surat wasiat dan peristiwa tentang penghibahan barang.
 Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum adalah semua peristiwa hukum yang tidak timbul karena perbuatan subyek hukum, akan tetapi apabila terjadi dapat menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Misal kelahiran seorang bayi, kematian seseorang, dan kadaluarsa (aquisitief yaitu kadaluarsa yang menimbulkan hak dan extinctief  yaitu kadaluarsa yang melenyapkan kewajiban).

Perbuatan subyek hukum dapat di bedakan menjadi dua, yaitu :
a.       Perbuatan subyek hukum yang merupakan perbuatan hukum;
b.       Perbuatan subyek hukum yang bukan perbuatan hukum.

Perbuatan subyek hukum yang merupakan perbuatan hukum adalah perbuatann subyek hukum yang akibat hukumnya dikehendaki pelaku. Jadi unsur kehendak merupakan unsur esensial dari perbuatan tersebut. Contoh perbuatan jual beli, perjanjian sewa menyewa rumah, dan lain sebagainya.
 Perbuatan hukum ada 2 macam yakni perbuatan hukum yang bersegi satu (eenzijdig) dan perbuatan hukum yang bersegi dua (tweezijdig). Suatu perbuatan hukum bersegi satu adalah setiap perbuatan yang berakibat hukum (rechtsgevolg) dan akibat hukum ditimbulkan oleh kehendak satu subyek hukum, yaitu satu pihak saja (yang telah melakukan perbuatan itu). Misalnya, perbuatan hukum yang disebut dalam pasal 132 KUHPerdata (hak seorang istri untuk melepaskan haknya atas barang yang merupakan kepunyaan suami istri berdua setelah mereka kawin, benda perkawinan), perbuatan hukum yang disebut dalam pasal 875 KUHPerdata (perbuatan mengadakan testamen adalah suatu perbuatan hukum yang bersegi satu), perbuatan hukum yang mendirikan yayasan (stichtingshandhandeling). Suatu perbuatan hukum yang bersegi dua adalah setiap perbuatan yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dua subyek hukum, yaitu dua pihak atau lebih. Setiap perbuatan hukum yang bersegi dua merupakan perjanjian (overeenkomst) seperti yang tercantum dalam pasal 1313 KUHPerdata : “Perjanjian itu suatu perbuatan yang menyebabkan satu orang (subyek hukum) atau lebih mengikat dirinya pada seorang (subyek hukum) lain atau lebih”.

Perbuatan subyek hukum yang bukan perbuatan hukum adalah perbuatan subyek hukum yang akibat hukumnya tidak dikehendaki pelaku. Contoh :
a.       Zaakwaarneming (perwakilan sukarela) yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, walapun bagi hukum tidak perlu akibat tersebut dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu. Misalnya pada pasal 1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :Jika seseorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas”.
b.      Onrechtmatigedaad (perbuatan melawan hukum), misalnya pada pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau pasal 1401 Burgerlijk Wetboek, yang menetapkan  :“Elke onrechtmatigedaad, waardoor aan een ander schade wordt toegebragt, stelt dengene door wiens shuld die schade veroorzaakt is in de verpligting om dezelve te vergoeden”.Soebekti dan Tjitrosudibio menterjemahkannya sebagai berikut :“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.




   Tujuan Hukum

            Tujuan hukum yang bersifat universal adalah ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat.
Teori yang membahas masalah hukum.
a.       Teori etis, mengajarkan bahwa hukum semata-mata menghendaki keadilan. Teori ini dinamakan teori etis karena isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai ap ayang adil dan apa yang tidak adil.
b.      Teori utilitas, berpendapat bahwa hukum bertujuan mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang sebanyak-banyaknya. Kepastian melalui bagi perseorangan merupakan tujuan hukum dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah dan bersifat umum, namun tidak memperhatikan unsur keadilan.
Tujuan hukum
a.       Menurut Prof. Van Apeldoorn ialah mengatur pergaulan manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian.
b.      Menurut Prof. R. Soebekti, SH tujaun hukum ialah mengabdi kepada tujuan negara yang dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya. Pelayanan tujuan negara tersebut dilaksanakan dengan menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban” merupakan syarat yang pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan.
Aristoteles menyatakan bahwa tujuan hukum adalah menghendaki keadilan.
Macam-macam keadilan menurut Aristoteles ialah sebagai beriktu:
a.       Keadilan distributif atau Justitia distributiva.
b.      Keadilan kumulatif atau Justitia cummulativa.
Perbedaan antara kedua keadilan tersebut ialah sebagai berikut:
a.       Keadilan distibutif merupakan sesuatu keadilan yang diberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut hak masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan masyarakat antara masyarakat dengan perseorangan. Disini pengertian keadilan bukan persamaan, melainkan perbandingan.
b.      Keadilan kumulatif adalah suatu keadilan yang diterima oleh masing-maisng anggota tanpa mempedulikan jasa masing-masing. Keadilan kumulatif berperan pada tukar-menukar. Antar barang yang dikehendaki sama banyaknya atau nilainya. keadilan kumulatif lebih menguasai hubungan antar perorangan.



   Fungsi Hukum

Fungsi hukum:

1)      Hukum berfungsi untuk melindungi kepentingan manusia
2)      Hukum berfungsi sebagai alat untuk ketertiban dan keteraturan masyarakat.
3)      Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial (lahir batin).
4)      Hukum berfungsi sebagai alat perubahan social (penggerak pembangunan)
5)      Sebagai alat kritik (fungsi kritis),
6)      Hukum berfungsi untuk menyelesaikan pertikaian.





  Sumber Hukum

            Sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa. Artinya: aturan-aturan yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi yang  tegas dan nyata.Para ahli membedakan sumber hukum ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu Sumber hukum dalam arti material dan sumber hukum dalam arti formal.
1)      Sumber Hukum dalam arti material, yaitu: suatu keyakinan/ perasaan hukum individu dan pendapat umum yang menentukan isi hukum. Dengan demikian keyakinan/ perasaan hukum individu (selaku anggota masyarakat) dan juga pendapat umum yang merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan hukum.
2)      Sedangkan sumber hukum dalam arti Formal, yaitu: bentuk atau kenyataan dimana kita dapat menemukan hukum yang berlaku. Jadi karena bentuknya itulah yang menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui, dan ditaati.
Adapun yang termasuk sumber hukum dalam arti formal adalah :
a.       Undang-undang
b.      Kebiasaan atau hukum tak tertulis
c.        Yurisprudensi
d.      Traktat
e.        Doktrin
a)      Undang-undang
Dilihat dari bentuknya, hukum dibedakan menjadi:
(a). 
Hukum tertulis
(b). 
Hukum tidak tertulis
Undang-undang merupakan salah satu contoh dari hukum tertulis. Jadi, Undang-undang adalah peraturan negara yang dibentuk oleh alat perlengkapan negara yang berwenang untuk itu dan mengikat 
masyarakat umum.
Dari definisi undang-undang tersebut, terdapat 2 (dua) macam pengertian:
1)      Undang-undang dalam arti materiil, yaitu: setiap peraturan yang dikeluarkan oleh Negara yang isinya langsung mengikat masyarakat umum. Misalnya:
Ketetapan MPR, Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU), Keputusan Presiden (KEPRES), Peraturan Daerah (PERDA), dll
b. Undang-undang dalam arti formal, yaitu: setiap peraturan negara yang karena bentuknya disebut Undang-undang atau dengan kata lain setiap keputusan/peraturan yang dilihat dari cara pembentukannya. Di Indonesia, Undang-undang dalam arti formal dibuat oleh Presiden dengan persetujuan DPR(lihat pasal 5 ayat 1 UUD 45).
Perbedaan dari kedua macam 
Undang-undang tersebut terletak pada sudut peninjauannya. Undang-undang dalam arti materiil ditinjau dari sudut isinya yang mengikat umum, sedangkan undang-undang dalam arti formal ditinjau segi pembuatan dan bentuknya. Oleh karena itu untuk memudahkan dalam membedakan kedua macam pengertian undang-undang tersebut, maka undang-undang dalam arti materiil biasanya digunakan istilah peraturan, sedangkan undang-undang dalam arti formal disebut dengan undangundang.
2)      Kebiasaan atau Hukum tak tertulis
Kebiasaan (custom) adalah: semua aturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh 
pemerintah, tetapi ditaati oleh rakyat, karena mereka yakin bahwa aturan itu berlaku sebagai hukum. Agar kebiasaan memiliki kekuatan yangberlaku dan sekaligus menjadi sumber hukum, maka harus dipenuhi syarat sebagai berikut:
o Harus ada perbuatan atau tindakan tertentu yang dilakukan berulangkali dalam hal yang sama dan diikuti oleh orang banyak/ umum.
o Harus ada k
eyakinan hukum dari orang-orang/ golongan-golongan yang berkepentingan. dalam arti harus terdapat keyakinan bahwa aturan-aturan yang ditimbulkan oleh kebiasaan itu mengandung/ memuat hal-hal yang baik dan layak untuk diikuti/ ditaati serta mempunyai kekuatan mengikat.
3)      Yurispudensi
adalah: keputusan hakim terdahulu yang kemudian diikuti dan dijadikan pedoman oleh hakim-hakim lain dalam memutuskan suatu perkara yang sama.
4)      Traktat
Adalah: perjanjian yang dilakukan oleh kedua negara atau lebih. Perjanjian yang dilakukan oleh 2 (dua) negara disebut Traktat Bilateral, sedangkan 
Perjanjian yang dilakukan oleh lebih dari 2 (dua) negara disebut Traktat Multilateral. Selain itujuga ada yang disebut sebagai Traktat Kolektif yaitu perjanjian antara beberapa negara dan kemudian terbuka bagi negara-negara lainnya untuk mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut.
5)      Doktrin Hukum
Adalah: pendapat para ahli atau s
arjana hukum ternama/ terkemuka. Dalam Yurispudensi dapat dilihat bahwa hakim sering berpegangan pada pendapat seorang atau beberapa sarjana hukum yang terkenal namanya. Pendapat para sarjana hukum itu menjadi dasar keputusan-keputusan yang akan diambil oleh seorang hakim dalam menyelesaikan suatu perkara.



 Penafsiran Hukum

1)      Penafsiran tata bahasa (gramatikal).
Pada penafsiran gramatikal ketentuan yang terdapat di peraturan perundang-undangan ditafsirkan dengan berpedoman pada arti perkataan menurut tatabahasa atau menurut kebiasaan.
2)      Penafsiran sahih (autentik/resmi).
Penafsiran autentik adalah penafsiran yang dilakukan berdasarkan pengertian yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang.
3)      Penafsiran historis.
Penafsiran historis dilakukan berdasarkan: Sejarah hukumnya, yaitu berdasarkan sejarah terjadinya hukum tersebut.Sejarah undang-undangnya, yaitu dengan menyelidiki maksud pembentuk undang-undang pada saat membentuk undang-undang tersebut.
4)      Penafsiran sistematis.
Penafsiran sistematis dilakukan dengan meninjau susunan yang berhubungan dengan pasal-pasal lainnya, baik dalam undang-undang yang sama maupun dengan undang-undang yang lain.
5)      Penafsiran nasional.
Penafsiran nasional merupakan penafsiran yang didasarkan pada kesesuaian dengan sistem hukum yang berlaku.
6)      Penafsiran teleologis (sosiologis).
Penafsiran sosiologis merupakan penafsiran yang dilakukan dengan memperhatikan maksud dan tujuan dari undang-undang tersebut. Penafsiran sosiologis dilakukan karena terdapat perubahan di masyarakat, sedangkan bunyi undang-undang tidak berubah.
7)      Penafsiran ekstensif.
Penafsiran ekstentif dilakukan dengan memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan.
8)      Penafsiran restriktif.
Penafsiran restriktif dilakukan dengan mempersempit arti kata-kata yang terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan.
9)      Penafsiran analogis.
Penafsiran analogis dilakukan dengan memberikan suatu kiasan atau ibarat pada kata-kata sesuai dengan asas hukumnya,
10)  Penafsiran a contrario (menurut peringkaran).
Penafsiran a contrario adalah penafsiran yang didasarkan pada perlawanan antara masalah yang dihadapi dengan masalah yang diatur dalam undang-undang.


 




 Konstruksi Hukum

Konstruksi hukum terbagi 3 yaitu :

1)      Konstruksi hukum atau penafsiran analogis
Penafsiran analogis adalah penafsiran daripada suatu peraturan hukum dengan memberi ibarat (kias) pada kata-kata sesuai dengan asas hukum, sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan, lalu dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut, misalnya “ menyambung aliran listrik” dianggap sama dengan “mengambil aliran listrik”
Memakai UU secara analogi maksudnya memperluas berlakunya pengertian hukum atau perundang-undangan.
Adanya analogi, akibat dibutuhkan perluasan hukum dengan menyesuaikan tempat, waktu dan situasi. Menganalogi merupakan penciptaan konstruksi baru, mempunyai kesaam permasalahan dengan anasir yang berlainan. Pada prinsipnya analogi berlaku untuk masalah-masalah hukum perdata (privat), terutama sekali dalam hukum perikatan (verbintenissenrecht). Sedangkan untuk hukum publik yang sifatnya memaksa (dwingend recht) tidak boleh dilakukan analogi karena terikat pada pasal 1 KUH Pidana yang menegaskan bahwa seseorang tidak dapat dihukum, selai atas kekuatan ketentuan pidana dalam UU.


Contoh menggunakan UU secara analogi :
a.       Ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perjanjian jual-beli berlaku juga untuk perjanjian tukar-menukar seperti yang ditegaskan oleh pasal 1546 KUH Perdata.Bunyi pasal 1546 KUH Perdata sbb : “ untuk selainnya aturan tentang perjanjian jual-beli berlaku terhadap perjanjian tukar-menukar.”Maksud dari pasal tersebut adalah kalau 2 orang melakukan perjanjian jual-beli yang diatur dalam pasal 1457 sampai pasal 1540 KU Perdata dapat dipergunakan dalam perjanjian itu.
2)      Penghalusan hukum (rechtsverfijning)
Penghalusan hukum adalah memperlakukan hukum sedemikian rupa (secara halus) sehingga seolah-olah tidak ada pihak yang disalahkan. Penghalusan hukum dengan cara mempersempit berlakunya suatu pasal merupakan kebalikan daripada analogi hukum. Penghalusan hukum bemaksud mengisi kekosongan dalam sistem UU. Dalam sistem UU terdapat ruang kosong apabila sistem UU (sistem formal hukum) tidak dapat menyelesaikan masalah secara adil atau sesuai dengan kenyataan sosial (social werkelijkheid). Penghalusan hukum merupakan penyempurnaan sistem hukum oleh hakim. Sifat daripada Penghalusan hukum adalah tidak mencari kesalahan daripada pihak dan apabila satu pihak disalahkan maka akan timbul ketegangan. Perbuatan menghaluskan hukum ketika hakim terpaksa mengeluarkan perkara yang bersangkutan dari lingkungan ketentuan dan selanjutnya diselesaikan menurut peraturan tersendiri.  Contoh penghalusan hukum :
a.       Masalah perbuatan melanggar hukum pasal 1365 Perdata, adalah pihak yang salah wajib memberi ganti rugi kepada yang menderita kerugian. Cthnya: Disuatu jalan terjadi tabrakan antara A dan B. Kedua kendaraan sama-sama berkecepatan tinggi dan sama-sama rusak. Apabila A menuntut ganti rugi terhadap B, maka B juga dapat menuntut ganti rugi terhadap A. Dengan demikian kedua-duanya salah, sama-sama saling memberi ganti rugi sehingga terjadi suatu kompensasi.
3)      Pengungkapan secara berlawanan (Argumentum a contrario)
Argumentum a contrario adalah penafsiran UU yang didasarkan atas pengingkaran artinya berlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dengan soal yang diatur dalam suatu pasal dalam UU. Pada hakikatnya penafsiran a contrario adalah sama dengan penafsiran analogis hanya hasilnya berlawanan. Analogi membawa hasil positif sedangkan Argumentum a contrario hasilnya negatif, kedua cara menjalankan UU ini sama-sama berdasarkan konstruksi hukum.Penafsiran berdasarkan Argumentum a contrario mempersempit perumusan hukum atau perundang-undangan. Tujuannnya ialah untuk lebih mempertegas adanya kepastian hukum sehingga tidak menimbulkan keraguan.




   Azas – Azas Hukum

Azas-azas hukum :
1)      Asas Hukum (P. Scholten)
kecenderungan-kecenderungan yang disyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum dan merupakan sifat – sifat umum dengan keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi harus ada.
2)      Asas Hukum Umum
Norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum.

3)      Asas hukum khusus
Asas hukum yang berfungsi dalam bidang yang lebih sempit seperti dalam bidang hukum perda, hukum pidana dan sebagainya, yang sering merupakan penjabaran dari asas hukum umum.
4)      Asas Hukum Internasional
Asas hukum yang diberlakukan dalam hubungan antar negara.
5)      Asas hukum pengangkutan
Objek kajian berupa landasan filosofis (fundamental norm) yang menjadi dasar ketentuan-ketentuan mengenai pengangkutan yang menyatakan kebenaran, keadilan dan kepatutan yang diterima oleh semua pihak.
6)      Asas Hukum (Van Eikema Hommes)
Dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.
7)      Azas “Pacta sunt servanda” yang berarti “Janji harus ditepati”
Dasar yang fundamental di dalam hukum perjanjian yang banyak dianut di berbagai negara adalah suatu azas yang berbunyi “Pacta sunt servanda” yang berarti “Janji harus ditepati”. Azas pacta sunt servanda ini kemudian muncul di berbagai peraturan hukum di semua bangsa yang berperadaban.
8)      Praduga Tak Bersalah atau “in dubio pro reonce”
Adalah asas di mana seseorang dinyatakan tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah. Asas ini sangat penting pada demokrasi modern dengan banyak negara memasukannya kedalam konstitusinya.
9)      Asas Legalitas
Yaitu adanya persamaan kedudukan, perlindungan, dan keadilan di hadapan hukum.
10)  Asas Keseimbangan
Yaitu proses hukum yang ada haruslah menegakkan hak asasi manusia dan melindungi ketertiban umum.
11)  Asas Unifikasi
Yaitu penyamaan keberlakuan hukum acara pidana di seluruh wilayah Indonesia
12)  Asas Ganti rugi dan Rehabilitasi
Yaitu adanya ganti rugi dan rehabilitasi bagi pihak yang dirugikan karena kesalahan dalam proses hukum.
13)  Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan
Yaitu pelaksanaan peradilan (dari penyidikan sampai dengan putusan Hakim) secara tidak berbelit-belit dan dengan biaya yang seminim mungkin guna menjaga kestabilan terdakwa (pasal 50 KUHAP).
14)  Asas Oportunitas
Yaitu hak seorang Jaksa untuk menuntut atau tidak demi kepentingan umum.
15)  Asas Akusator
Yaitu penempatan tersangka sebagai subjek yang memiliki hak yang sama di depan hukum.
16)  Prinsip Pembatasan Penahanan
Yaitu menjamin hak-hak asasi manusia dengan membatasi waktu penahanan dalam melalui proses hukum.
17)  Prinsip Diferensiasi Fungsional
Yaitu penegasan batas-batas kewenangan dari aparat penegak hukum secara instansional.
18)  Prinsip Saling Koordinasi
Yaitu adanya hubungan kerja sama di antara aparat penegak hukum untuk menjamin adanya kelancaran proses hukum.
19)  Prinsip Penggabungan Pidana dengan Tuntutan Ganti Rugi
Yaitu dipakainya gugatan ganti rugi secara perdata untuk menyelesaikan kasus pidana yang berhubungan dengan harta kekayaan.
20)  Peradilan tebuka Untuk Umum
Yaitu hak dari publik untuk menyaksikan jalannya peradilan (kecuali dalam hal-hal tertentu).
21)  Kekuasaan Hakim yang Tetap
Yaitu peradilan harus dipimpin oleh seorang/sekelompk hakim yang memiliki kewenangan yang sah dari Pemerintah.
22)  Pemeriksaan Hakim Yang langsung dan lisan
Yaitu peradilan dilakukan oleh hakim secara langsung dan lisan (tidak menggunakan tulisan seperti dalam hukum acara perdata.
23)  Bantuan Hukum Bagi Terdakwa
24)  Yaitu adanya bantuan hukum yang diberikan bagi terdakwa.
Asas Perintah Tertulis
Yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang dengan UU.
25)  Asas Memperoleh Bantuan Hukum
Yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP)
26)  Asas Terbuka
Yaitu, pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP)
27)  Asas Pembuktian
Yaitu tersangka/ terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU.
28)  Asas Praduga Rechtmatig (benar menurut Hukum, presumptio iustea causa)
Asas ini menganggap bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap berdasarkan hukum (benar) sampai ada pembatalan. Dalam asas ini gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat (Pasal 67 ayat (1) UU No.5 tahun 1986).
29)  Asas pembuktian bebas
Hakimlah yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda dengan ketentuan 1865 BW (lihat Pasal 101, dibatasi ketentuan Pasal 100.
30)  Asas keaktifan hakim (dominus litis)
Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak berimbang (lihat Pasal 58, 63, ayat (1) dan (2), Pasal 80 dan Pasal 85)
31)  Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat (erga omnes)
Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa.
32)  Asas para pihak harus didengar (audi et alteram partem)
Para pihak mempunyai kedudukan yang sama
33)  Asas kesatuan beracara
Dalam perkara yang sejenis
34)  Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang bebas
Pasal 24 UUD 1945 Jo.Pasal 1 UU No. 4 2004
35)  Asas sidang terbuka untuk umum
Putusan mempunyai kekuatan hukum jika diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum (Pasal 70 UU PTUN)
36)  Asas pengadilan berjenjang
Tingkat pertama (PTUN), banding (PT TUN), dan Kasasi (MA), dimungkinkan pula PK (MA)

37)  Asas pengadilan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium)
Sengketa sedapat mungkin diselesaikan melalui upaya administrasi (musyawarah mufakat), jika belum puas, maka ditempuh upaya peradilan (Pasal 48 UU PTUN)
38)  Nullum crimen nulla poena sine lege
Tidak ada kejahatan tanpa peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.
39)  Lex superiori derogat lege inferiori
Peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah, lihat dalam Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004
40)  Lex posteriori derogat lege priori
Peraturan yang terbaru mengesampingkan peraturan yang sebelumnya. Pahami juga, lex prospicit, non respicit.
41)  Lex specialis derogat lege generali
Peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang bersifat lebih umum, lihat Pasal 1 KUHD.
42)  Res judicata pro veritate habeteur
Putusan hakim dianggap benar sampai ada putusan hakim lain yang mengoreksinya.
43)  Lex dura sed tamen scripta
Undang-undang bersifat memaksa, sehingga tidak dapat diganggu gugat.
44)  Die normatieven kraft des faktischen
Perbuatan yang dilakukan berulang kali memiliki kekuatan normatif, lihat Pasal 28 UU No. 4 Tahun 2004.
45)  Asas Tut Wuri Handayani
Secara historis Tut Wuri Handayani lahir sebagai semboyan yang digunakan oleh Ki Hajar Dewantoro dalam sistem pendidikan Taman Siswa. Makna Tut Wuri Handayani adalah :
a.       Tut Wuri yaitu, mengikuti perkembangan sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan cinta kasih tanpa pamrih
b.       Handayani yaitu, mempengaruhi dalam arti merangsang, memupuk, membimbing,menggairahkan agar sang anak mengembangkan pribadi masing-masing melalui disiplin pribadi
46)  Asas Demokrasi
Azas Demokrasi dalam pendidikan bersumber pada sila ke-4 pancasila. Dari sila ini dirumuskan pedoman dalam penghayatan dan pengamalan menjadi 7 butir P4. Dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional ditegaskan adanya hak peserta didik
47)  Asas Kepastian Hukum
Azas kepastian hukum untuk melindungi berbagai kepentingan individu maupun kelompok dalam kehidupan bermasyarakat yang selaras dan serasi, pemerintah menciptakan keputusan maupun peraturan yang menyangkut berbagai aspek, diantaraya aspek perekonomian, hak milik, perkawinan, pendidikan, dsb. Ketentuan hukum yang mengatur masalah pendidikan bersumber pada UUD 45 pasal 31 dan ayat 2.
48)  Azas Pendidikan Seumur Hidup
Azas Pendidikan seumur hidup bahwa pendidikan merupakan proses budaya intuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, dilaksanakan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pada hakekatnya pendidikan seumur hidup menurut John Dewey tidak dapat dipisahkan dari belajar seumur hidup.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar